“Apo Selero Kau?”: Dari Kata Arogan Ketua DPRD Jambi Menjadi Bahan Plesetan di Kota Jambi
Jambi, 28 April 2025 —
Sebuah kalimat sederhana, “Apo Selero Kau?”, kini menjadi fenomena sosial baru di Kota Jambi.
Berawal dari ucapan kontroversial Ketua DPRD Provinsi Jambi, M. Hafiz Fattah, saat merespons demonstrasi mahasiswa, frasa tersebut kini bergeser menjadi bahan olok-olok, plesetan, hingga simbol kritik diam-diam terhadap sikap arogansi pejabat publik.
Di warung kopi, di obrolan tongkrongan, hingga di deretan video TikTok yang viral, “Apo Selero Kau” tak lagi sekadar kalimat. Ia berubah menjadi senjata sosial, dipakai untuk menyindir, mengejek, atau sekadar menertawakan kebiasaan buruk para penguasa yang cepat lupa diri setelah duduk di kursi kekuasaan.
Kata yang Berubah Menjadi Simbol Perlawanan Sosial
Apa yang seharusnya menjadi dialog santun antara pejabat publik dan rakyat, justru berubah menjadi bahan tertawaan.
Ketika seorang Ketua DPRD — yang seyogianya menjadi simbol kewibawaan legislatif — melontarkan ucapan dengan nada merendahkan kepada mahasiswa, maka konsekuensinya bukan hanya kritik politik, tapi juga hukuman sosial berupa pelecehan budaya populer.
“Apo Selero Kau” kini digunakan dalam banyak konteks:
- Sindiran untuk pejabat yang bertingkah arogan.
- Ejekan untuk teman yang bertindak sok kuasa.
- Parodi yang menghiasi berbagai video pendek, meme, dan bahkan lagu plesetan di TikTok.
Ini adalah cara masyarakat membalas, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan tertawaan yang tajam — bentuk kritik sosial paling mematikan dalam budaya rakyat.
Fenomena Viral di TikTok dan Media Sosial
Di TikTok, tagar-tagar seperti #ApoSeleroKau, #KetuaDPRDChallenge, dan #PlesetanJambi bermunculan.
Anak muda Jambi kreatif mengubah momen memalukan ini menjadi hiburan kolektif, membuat potongan-potongan parodi, lipsync, bahkan dialog parodi di tengah pasar, kafe, dan acara nongkrong.
Kritik sosial kini bertransformasi menjadi budaya digital.
Mereka tidak hanya menertawakan kata-kata itu, tapi menertawakan kelakuan kekuasaan yang kehilangan rasa malu.
Simbol Baru: Ketidakpercayaan pada Penguasa
Kebiasaan memplesetkan “Apo Selero Kau” menunjukkan sesuatu yang jauh lebih dalam: krisis kepercayaan.
Rakyat — khususnya generasi muda — mulai kehilangan rasa hormat terhadap wakil-wakil rakyat yang mereka nilai tidak layak menjadi panutan.
Fenomena ini menandai babak baru:
- Demokrasi jalanan kini dipadukan dengan demokrasi budaya.
- Sindiran digital menjadi senjata perlawanan terhadap arogansi pejabat.
Jika para pejabat tidak segera memperbaiki sikap, bukan tidak mungkin, kata-kata plesetan ini akan mengakar lebih dalam — menjadi stigma sosial jangka panjang bagi pemerintahan daerah.
Sebuah Cermin Buram Bagi Para Penguasa
Insiden ini mengajarkan satu hal sederhana:
Kekuasaan boleh besar, tapi rasa hormat tak pernah bisa dipaksa.
Saat lidah tergelincir dan meremehkan rakyat, jangan salahkan siapa-siapa jika kemudian rakyat membalasnya dengan tertawaan yang tak kunjung reda.
Dan kini, di sudut-sudut Kota Jambi, di setiap tawa kecil saat seseorang nyeletuk “Apo Selero Kau?”,
tercermin ironi pahit:
Pejabat lupa, rakyat tak pernah lupa.
Penulis: Kang Maman – Andrew Sihite