“TUKS Tak Lagi untuk Kepentingan Sendiri, Tapi untuk Kepentingan Para Bandar!”
Jambi, 01 Mei 2025 – Sejumlah Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang beroperasi di Provinsi Jambi kini menjadi sorotan tajam. Perkumpulan L.I.M.B.A.H (Lembaga Inisiasi Membangun Bumi Agar Hijau) Provinsi Jambi menyebut keberadaan TUKS telah bergeser jauh dari tujuannya sebagai fasilitas pendukung industri, menjadi jalur gelap bagi mafia batubara untuk menghindari pajak, merusak lingkungan, dan memperbesar kesenjangan sosial.
Ketua Perkumpulan L.I.M.B.A.H, Andrew Sihite, dengan tegas menyebut bahwa praktik di balik TUKS di Jambi sangat tidak transparan dan berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar.
“TUKS itu awalnya dibuat untuk kebutuhan sendiri, tapi sekarang justru dipakai untuk kepentingan banyak pihak tanpa izin yang jelas. Ini bukan pelabuhan industri, tapi sudah seperti gerbang penyelundupan batubara yang dilegalkan!” ujar Andrew saat ditemui di Jambi, Senin (29/4/2025).
Distribusi Ilegal dan Manipulasi Dokumen
Dugaan pelanggaran utama yang disoroti adalah penyalahgunaan izin TUKS oleh pihak yang tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Batubara dari tambang-tambang ilegal atau dari pengusaha yang tidak berizin resmi dikirim ke TUKS menggunakan dokumen palsu, kemudian dimuat ke kapal tongkang untuk dijual ke luar daerah bahkan luar negeri.
“Negara dirampok secara terang-terangan. Pajak dan royalti tidak dibayar, dokumen dipalsukan, tapi tetap bisa beroperasi karena celah hukum yang dibiarkan. Ini kejahatan sistematis,” tambah Kang Maman, Wakil Ketua L.I.M.B.A.H.
Lemahnya Pengawasan dan Dugaan Konflik Kepentingan
Ruswandi Idrus, Sekretaris L.I.M.B.A.H, juga menyoroti lemahnya pengawasan dari instansi yang seharusnya bertanggung jawab. Ia menyebut Kementerian Perhubungan (terutama Direktorat Jenderal Perhubungan Laut), Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), serta Dinas Perhubungan Provinsi Jambi harus bertanggung jawab atas situasi ini.
“Mereka tahu TUKS disalahgunakan, tapi seakan tak ada nyali untuk bertindak. Ada dugaan konflik kepentingan. Ada pejabat yang punya lahan TUKS, ini sudah gila!” ucap Ruswandi.
Lingkungan Hancur, Masyarakat Jadi Korban
Selain aspek ekonomi, L.I.M.B.A.H juga menyoroti dampak lingkungan dari aktivitas TUKS. Sungai Batanghari dan sungai-sungai kecil di sekitarnya mulai tercemar akibat limbah batubara yang dibuang secara sembarangan. Belum lagi debu dari aktivitas bongkar muat yang merusak kualitas udara di kawasan padat penduduk.
“Ikan-ikan mati, air sungai keruh, warga mulai alami gangguan pernapasan. Semua ini akibat aktivitas TUKS yang tak punya sistem pengelolaan limbah. Ini sudah bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi bencana ekologis!” ujar Kang Maman.
Jalan Khusus Batubara Mandek, Mafia TUKS Diuntungkan
L.I.M.B.A.H juga menyoroti proyek jalan khusus batubara yang hingga awal 2025 masih mangkrak. Padahal, proyek ini digadang-gadang sebagai solusi untuk mengurangi distribusi batubara melalui sungai. Namun, hingga kini, tak satu pun jalur selesai dibangun.
“Kalau jalan khusus jadi, mafia TUKS kehilangan jalur. Ini mungkin alasan kenapa proyek jalan terus dihambat. Mereka ingin TUKS tetap jadi jalur utama, tanpa kontrol, tanpa pengawasan,” kata Andrew.
Desakan L.I.M.B.A.H untuk Evaluasi Nasional
Melihat kompleksitas persoalan ini, Perkumpulan L.I.M.B.A.H mendesak pemerintah pusat untuk menghentikan sementara semua aktivitas TUKS di Jambi dan melakukan audit total terhadap seluruh TUKS yang beroperasi.
Mereka juga meminta agar:
- Semua aktivitas TUKS diaudit dari aspek perizinan, lingkungan, dan kepemilikan.
- Instansi yang lalai diawasi secara ketat.
- Pejabat yang terbukti terlibat diberhentikan dari jabatannya.
- Lahan TUKS yang dikuasai oleh pejabat dievaluasi dari sisi konflik kepentingan.
“Kami tidak akan berhenti. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi bentuk pengkhianatan terhadap masa depan anak cucu kita. Jika negara terus diam, rakyat akan bergerak!” tegas Andrew.
Perkumpulan L.I.M.B.A.H menegaskan bahwa mereka akan mengawal kasus TUKS ini hingga tuntas, dan tidak menutup kemungkinan akan membawa kasus ini ke meja nasional jika pemerintah daerah tetap abai.
TUKS bukan lagi sekadar pelabuhan kecil. Ia telah menjadi lambang dari sistem yang rusak, legalitas yang dijual, dan lingkungan yang dikorbankan demi kepentingan ekonomi segelintir orang.
Artikel ini disusun oleh Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi berdasarkan hasil pemantauan, investigasi lapangan, serta sumber-sumber terpercaya yang tersedia secara publik. Setiap pernyataan dan kritik ditujukan sebagai bentuk kontrol sosial dan advokasi lingkungan. Apabila terdapat pihak yang merasa keberatan, dipersilakan memberikan klarifikasi resmi kepada redaksi kami untuk ditindaklanjuti secara proporsional.
Dipublikasikan oleh:
Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi
Ketua: Andrew Sihite
Wakil Ketua: Kang Maman
Sekretaris: Ruswandi Idrus
Penulis: Andrew Sihite – Kang Maman
Kontak: 0816.3278.9500 / 0821.7124.2918
(Untuk informasi lebih lanjut, media dapat menghubungi kontak di atas.)