EconomyEditor's Pick

“Realitas CSR di Provinsi Jambi: Antara Janji Manis dan Fakta Miris”

Oleh: Andrew Sihite, Kang Maman, dan Ruswandi Idrus
Perkumpulan L.I.M.B.A.H (Lembaga Inisiasi Membangun Bumi Agar Hijau) Provinsi Jambi
Kontak: 0816.3278.9500 / 0821.7124.2918

Jambi, 01 Mei 2025.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan telah lama digaungkan sebagai mekanisme yang efektif dalam menangani dampak negatif aktivitas perusahaan, terutama dalam aspek lingkungan. Namun, pertanyaan penting yang muncul adalah, sejauh mana sebenarnya program CSR ini mampu menebus dampak ekologis yang telah dilakukan oleh perusahaan selama bertahun-tahun?

Dalam konteks Provinsi Jambi, terutama dengan tingginya aktivitas pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit, dampak ekologis akibat eksploitasi sumber daya alam begitu masif dan serius. Ekosistem hutan rusak, sungai tercemar, habitat satwa tergerus, dan hak-hak masyarakat adat terancam. Dalam situasi seperti ini, CSR diharapkan menjadi instrumen yang tidak hanya bersifat simbolis dan formalitas, tetapi mampu memperbaiki kerusakan lingkungan secara substansial.

Namun faktanya, berbagai studi dan investigasi yang dilakukan oleh Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi menunjukkan bahwa realisasi CSR oleh perusahaan-perusahaan besar justru belum mampu menyelesaikan persoalan lingkungan secara signifikan. Program-program CSR sering kali terbatas pada bantuan sosial dan infrastruktur yang sifatnya jangka pendek, kurang partisipatif, serta tidak didasari oleh kajian ilmiah tentang dampak lingkungan secara menyeluruh.

Dari sudut pandang akademis, CSR harus dipahami bukan hanya sebagai ‘charity’ atau pemberian amal perusahaan, melainkan sebagai kewajiban moral, etis, dan hukum untuk mengembalikan kelestarian lingkungan yang telah dirusak oleh operasional bisnisnya. Perusahaan tidak cukup hanya melakukan reboisasi skala kecil, memberikan bantuan alat sekolah, atau membangun jalan desa, tetapi harus secara aktif dan terukur memperbaiki ekosistem yang telah terganggu akibat aktivitas bisnisnya.

Lebih jauh, kajian kritis oleh Perkumpulan L.I.M.B.A.H menemukan beberapa masalah utama dalam pelaksanaan CSR di Provinsi Jambi. Pertama, program CSR sering tidak berbasis kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat, sehingga implementasinya menjadi tidak efektif. Kedua, CSR kerap dijadikan instrumen pencitraan (greenwashing), di mana perusahaan berusaha menciptakan kesan positif tanpa benar-benar mengatasi kerusakan lingkungan secara mendalam. Ketiga, lemahnya pengawasan dan rendahnya sanksi atas ketidakpatuhan perusahaan dalam menjalankan kewajiban CSR membuat banyak perusahaan mengabaikan tanggung jawab ekologisnya.

Atas dasar itu, Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi, yang diketuai oleh Andrew Sihite bersama Wakil Ketua Kang Maman dan Sekretaris Ruswandi Idrus, secara tegas mendorong pemerintah daerah dan pemangku kebijakan agar memperkuat regulasi terkait pelaksanaan CSR di Jambi. Pemerintah perlu melakukan audit lingkungan secara rutin, memastikan transparansi dalam laporan dana CSR, dan melibatkan masyarakat secara aktif dalam perencanaan serta evaluasi program CSR.


Secara akademis, CSR bisa menjadi solusi efektif dalam mengatasi kerusakan ekologis yang ditimbulkan perusahaan, asalkan implementasinya dilakukan secara bertanggung jawab, transparan, dan partisipatif. Tanpa mekanisme yang jelas, tegas, dan terukur, CSR hanya akan menjadi kosmetik semata dan tidak pernah bisa menebus dosa ekologis perusahaan secara nyata.

Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawasi pelaksanaan CSR ini agar benar-benar mampu memberikan dampak positif bagi pemulihan lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang selama ini terdampak negatif oleh aktivitas perusahaan.

Tulisan ini disusun oleh Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi sebagai bentuk advokasi lingkungan dan kontrol publik terhadap pelaksanaan CSR oleh perusahaan. Seluruh data dan opini disampaikan berdasarkan kajian independen dan tidak mewakili kepentingan politik atau komersial pihak mana pun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *