“Sekolah Gratis” Hanya Mimpi: MTsN 1 Tanjabtim Buktikan Pungli Masih Jadi Raja di Musim Kelulusan.
Oleh: Ruswandi Idrus Jurnalis Investigasi – Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi Kontak: 0821.7124.2918
JAMBI, 29 Mei 2025 – Aroma busuk pungutan liar berkedok “uang perpisahan” di MTsN 1 Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, kini tercium hingga ke tingkat nasional. Investigasi mendalam yang dilakukan Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi mengungkap pola terstruktur yang diduga kuat melibatkan oknum wali kelas dalam memeras orang tua siswa, lengkap dengan taktik intimidasi yang merenggut hak psikologis anak. Ironisnya, birokrasi Kementerian Agama setempat, yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan, justru menampilkan wajah maladministrasi yang mengkhawatirkan.
Rp400.000 per Siswa: Sebuah “Tradisi” Memilukan yang Dijadikan Modus
Jelang kelulusan siswa Kelas IX tahun ajaran 2024/2025, suasana haru seharusnya menyelimuti MTsN 1 Tanjung Jabung Timur. Namun, kenyataan di lapangan justru terbalik. Laporan yang kami terima, diperkuat dengan bukti-bukti digital, menunjukkan adanya pengutipan dana sebesar Rp400.000 per siswa untuk kegiatan perpisahan. Parahnya, proses pengutipan ini bak operasi senyap: tanpa dasar hukum formal, tanpa surat resmi dari madrasah, tanpa melibatkan Komite Madrasah, dan yang paling krusial, tanpa pertanggungjawaban serta laporan keuangan yang sah.
“Ini bukan sumbangan sukarela, ini adalah paksaan berbungkus tradisi. Kami menemukan bukti nama-nama siswa yang belum membayar dipublikasikan secara terbuka di grup WhatsApp wali murid. Ini bukan hanya memalukan, tapi juga menimbulkan tekanan psikologis hebat bagi anak-anak,” ungkap Andrew Sihite, Ketua Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi, menyoroti bukti tangkapan layar percakapan grup WhatsApp yang memperlihatkan daftar nama siswa yang dilingkari karena belum melunasi.
Lebih jauh, praktik tak etis juga terkuak: siswa diduga diarahkan untuk menagih langsung ke rumah teman mereka yang belum membayar. Sebuah tindakan yang tak hanya melanggar etika pendidikan, tapi juga berpotensi menciptakan gesekan sosial dan merampas rasa nyaman anak di lingkungan belajarnya.
Tumpukan Pelanggaran Hukum: Dari Pungli hingga Kekerasan Psikis Anak
Kasus di MTsN 1 Tanjung Jabung Timur ini bukan sekadar insiden biasa. Analisis hukum mendalam yang kami lakukan mengidentifikasi serangkaian pelanggaran serius yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang dan pengabaian tugas pokok:
- Dugaan Tindak Pidana Pungutan Liar (Pungli): Wali kelas dan/atau kepala madrasah, sebagai “pegawai negeri”, dengan modus memungut uang tanpa dasar hukum dan dengan unsur paksaan (memublikasikan nama siswa yang belum bayar, menyuruh siswa menagih), berpotensi melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ini adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
- Pelanggaran Hak Atas Pendidikan dan Pendanaan – UU Sisdiknas & PP Pendanaan Pendidikan: Pungutan ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan pendidikan dasar tanpa pungutan. Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan secara tegas menyebutkan bahwa peran serta masyarakat harus berprinsip sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengikat. Pungutan yang dipaksakan di MTsN 1 Tanjabtim adalah pelanggaran terang-terangan terhadap prinsip ini.
- Pengabaian Aturan Komite Sekolah dan Transparansi – Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 & UU KIP: Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah Pasal 12 huruf b secara eksplisit melarang pungutan yang berkaitan dengan kelulusan siswa. Selain itu, ketiadaan laporan penggunaan dana adalah pelanggaran terhadap semangat transparansi yang diamanatkan Permendikbud tersebut dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
- Kekerasan Psikis Terhadap Anak – UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014: Publikasi nama siswa yang belum membayar dan praktik menyuruh siswa menagih ke teman adalah bentuk kekerasan psikis yang dilarang keras oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak-anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan tidak manusiawi.
Maladministrasi Birokrasi: Ketika Kemenag Angkat Tangan?
Kasus ini semakin keruh dengan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi. Perkumpulan L.I.M.B.A.H telah mengirimkan surat pengaduan resmi pada 19 Mei 2025. Namun, hingga surat kepada Ombudsman RI dikirimkan pada 26 Mei 2025, tidak ada respons yang diberikan oleh Kanwil Kemenag.
“Ketidakresponsifan ini bukan hanya melukai rasa keadilan, tapi juga mengindikasikan adanya maladministrasi, yaitu pengabaian kewajiban pelayanan publik oleh pihak Kemenag,” ujar Aang Setia Budi, S.H., Bidang Hukum Perkumpulan L.I.M.B.A.H. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang salah satu fungsinya adalah mengawasi praktik maladministrasi.
L.I.M.B.A.H Desak Ombudsman: Ini Bukan Hanya Kasus Lokal, Ini Tamparan Nasional!
Setelah melihat mandeknya respons dari Kanwil Kemenag Jambi, Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi akhirnya mengambil langkah strategis dengan melaporkan langsung kasus ini ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jambi. Kami mendesak Ombudsman untuk:
- Melakukan pemeriksaan mendalam terhadap dugaan maladministrasi di MTsN 1 Tanjung Jabung Timur, memanggil semua pihak terkait, dan meminta klarifikasi resmi.
- Mengeluarkan rekomendasi sanksi administratif yang tegas kepada wali kelas, kepala madrasah, dan instansi Kemenag yang terbukti membiarkan atau terlibat dalam pelanggaran ini.
- Memantau pelaksanaan rekomendasi dan memastikan hasilnya transparan kepada publik.
“Kasus ini bukan hanya tentang Rp400.000, tapi tentang integritas pendidikan, perlindungan anak, dan akuntabilitas birokrasi. Kami berharap Ombudsman RI bisa menjadi harapan terakhir bagi para orang tua dan siswa korban pungli ini,” tegas Andrew Sihite.
Publik menanti langkah konkret dari Ombudsman dan pihak berwenang lainnya. Jangan sampai institusi pendidikan yang seharusnya mencerdaskan bangsa justru menjadi sarang praktik kotor yang merusak masa depan generasi.
DISCLAIMER:
Informasi dalam rilis berita ini adalah hasil investigasi awal Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi berdasarkan laporan, bukti digital, dan analisis hukum. Semua pihak yang disebut memiliki hak untuk memberikan klarifikasi dan tanggapan. Rilis ini bertujuan untuk mengedukasi publik dan mendorong penegakan hukum serta perbaikan tata kelola.