DANA KARBON TANPA CAHAYA: Transparansi Dipertanyakan, Siapa Mengendalikan Skema BioCF di Jambi?
Penulis: Andrew Sihite
Editor: Kang Maman
Perkumpulan L.I.M.B.A.H (Lembaga Inisiasi Membangun Bumi Agar Hijau)
Jambi, 2 April 2025 — Program pengurangan emisi karbon yang dibanggakan oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui skema BioCarbon Fund – Initiative for Sustainable Forest Landscapes (BioCF-ISFL) kini mulai mendapat sorotan tajam dari masyarakat sipil. Perkumpulan L.I.M.B.A.H (Lembaga Inisiasi Membangun Bumi Agar Hijau) mengungkap adanya sejumlah kejanggalan dan ketertutupan dalam pengelolaan dana yang nilainya mencapai USD 70 juta atau setara dengan lebih dari Rp 1 triliun.
Yang menjadi pertanyaan besar saat ini: siapa sebenarnya yang mengendalikan dana ini, dan mengapa publik tidak diberi akses untuk ikut mengawasi?
Situs Resmi BioCF Jambi Tak Bisa Diakses
Pada 2 April 2025, pukul 14.12 WIB, tim penelusur L.I.M.B.A.H mencoba mengakses situs resmi program ini di https://biocf.jambiprov.go.id. Namun, situs tidak dapat diakses—tidak menampilkan halaman utama maupun arsip data publik. Padahal, situs ini menjadi satu-satunya rujukan resmi yang seharusnya menyediakan:
- Informasi dasar tentang siapa saja penerima manfaat
- Rincian proyek yang didanai
- Laporan hasil penurunan emisi
- Mekanisme pelaporan keuangan dan skema pembagian insentif
Kondisi ini memperlihatkan lemahnya transparansi yang seharusnya menjadi fondasi utama dari program berbasis dana publik, apalagi yang bersumber dari komunitas internasional.
Peta Kuasa yang Tidak Terlihat
Data publik menyebutkan bahwa program ini dijalankan oleh berbagai OPD seperti Bappeda, Dinas Kehutanan, DLH, Dinas Perkebunan, dan lainnya. Namun, tidak ada informasi jelas mengenai:
- Siapa pengelola utama dana USD 70 juta ini?
- Apa dasar pengambilan keputusan soal desa penerima?
- Bagaimana “lembaga perantara” yang digunakan di beberapa kabupaten ditunjuk dan bekerja?
Beberapa kabupaten seperti Muaro Jambi, Tebo, Merangin, dan Bungo diketahui memilih skema penyaluran lewat lembaga perantara. Tapi tak satu pun nama lembaga tersebut tersedia untuk publik. Ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada “jalur dalam” yang mengatur arus uang besar itu.
Dana Besar, Partisipasi Kecil
Program BioCF seharusnya menjadi solusi iklim yang inklusif, dengan masyarakat desa, terutama yang berada di sekitar hutan, sebagai garda depan. Namun:
- Tidak ada data partisipasi desa dalam menyusun program
- Masyarakat tidak mengetahui apakah desanya termasuk penerima manfaat
- Tidak tersedia mekanisme pengaduan atau aspirasi komunitas
Sebagaimana diungkap dalam laporan Koalisi OCFI (Open Climate Fund Initiative), banyak masyarakat bahkan tidak tahu-menahu bahwa kawasan hutan di sekitar mereka telah “dihitung” sebagai bagian dari kredit karbon yang dijual ke lembaga donor.
Potensi Masalah Serius
1. Elite Capture
Dana sebesar itu membuka ruang bagi pengaruh elite politik lokal untuk mengendalikan proyek—termasuk menentukan desa mana yang mendapat insentif, dan siapa yang ditunjuk sebagai pelaksana.
2. Kooptasi Perusahaan Besar
Wilayah BioCF disebut-sebut tumpang tindih dengan konsesi sawit dan HTI. Tanpa pengawasan, perusahaan-perusahaan ini bisa mengklaim bagian dari insentif karbon, meski sebelumnya justru menjadi sumber deforestasi.
3. Risiko Data Fiktif atau Dipoles
Skema ini berbasis pada penurunan emisi. Namun, jika data pengurangan emisi tidak diverifikasi independen atau bahkan direkayasa, dana yang dicairkan bisa masuk kategori fraud terhadap sistem donor internasional.
4. Beban Fiskal untuk Pemprov dan Kabupaten
Beberapa dokumen menyebutkan bahwa program ini justru membebani APBD karena membutuhkan co-funding dan SDM tambahan, yang tidak ditanggung penuh oleh skema BioCF.
Pernyataan L.I.M.B.A.H: Desak Transparansi Sekarang!
Ketua Perkumpulan L.I.M.B.A.H, melalui rilis resminya, menyatakan:
“Jangan biarkan dana karbon ini menjadi alat politik terselubung atau lahan bancakan oligarki lokal. Masyarakat Jambi berhak tahu siapa yang mengelola dan ke mana dana itu mengalir. Kami menuntut audit terbuka, partisipasi masyarakat adat, dan publikasi semua data keuangan.”
Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah Provinsi Jambi?
- Segera mengaktifkan kembali situs resmi BioCF Jambi dengan memuat semua dokumen, laporan, dan mekanisme kerja program.
- Menerbitkan daftar lengkap desa penerima manfaat dan lembaga perantara yang ditunjuk.
- Mengundang BPK, KPK, dan pengawas internasional untuk audit terbuka pengelolaan dana.
- Melibatkan masyarakat sipil dan media independen dalam forum pemantauan program.
Transparansi adalah jantung dari kepercayaan publik.
Ketika uang internasional mengalir ke provinsi untuk tujuan lingkungan, publik memiliki hak mutlak untuk mengawasi. Jika tidak, program semacam BioCF justru akan menjadi contoh nyata bagaimana “karbon dijual, tapi rakyat tak tahu.” Dan itu bukan hanya pengkhianatan terhadap donor global—tapi pengkhianatan terhadap rakyat Jambi sendiri.
—
Diterbitkan oleh:
Perkumpulan L.I.M.B.A.H (Lembaga Inisiasi Membangun Bumi Agar Hijau)
Menyoroti dan menyuarakan keadilan lingkungan dari Jambi untuk Indonesia.