Editor's PickKota Jambi

“Ironi Helen’s Play Mart : Ketika Sungai Dibisniskan, Rakyat Dipersalahkan: Ironi Hukum Kita”

Kota Jambi, 30 April 2025 – Perkumpulan L.I.M.B.A.H (Lembaga Inisiasi Membangun Bumi Agar Hijau) Provinsi Jambi menyampaikan keprihatinan dan sikap protes keras atas berdirinya bangunan komersial Helen’s Play Mart di kawasan sempadan Sungai Batanghari yang secara hukum merupakan kawasan perlindungan setempat. Bangunan ini merupakan bagian dari rantai pelanggaran tata ruang yang telah lama terjadi di Kota Jambi dan kini semakin vulgar dilakukan.

Ketua L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi, Andrew Sihite, menyatakan bahwa sejak lama pihaknya telah menyoroti keberadaan Mall WTC Batanghari dan Hotel Wiltop yang berdiri di atas badan sungai. Namun, alih-alih memperbaiki kebijakan dan melakukan penataan kembali kawasan sempadan sungai, kini muncul bangunan baru: Helen’s Play Mart, yang tidak hanya memperparah konversi kawasan lindung tetapi juga mencerminkan kemunduran etika pemerintahan daerah dalam hal kepatuhan hukum tata ruang.

“Jika pemerintah Provinsi Jambi sudah mengetahui bahwa sempadan sungai adalah kawasan lindung yang dilarang untuk bangunan komersial, mengapa bangunan Helen’s Play Mart tetap dibiarkan berdiri dan bahkan diizinkan beroperasi?” tanya Andrew Sihite dengan nada tegas.

1. Melanggar Hukum Tata Ruang dan Lingkungan

Pembangunan Helen’s Play Mart bertentangan secara terang benderang dengan:

  • Perda Kota Jambi No. 5 Tahun 2024 tentang RTRW, yang mengklasifikasikan sempadan Sungai Batanghari sebagai zona perlindungan setempat (kawasan lindung).
  • Permen PUPR No. 28 Tahun 2015 yang menetapkan jarak minimal 50 meter dari tepi sungai untuk larangan bangunan permanen.
  • Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kami menilai bahwa berdirinya bangunan ini adalah manifestasi dari pembiaran hukum yang terstruktur dan berkelanjutan.

2. Ketimpangan Penegakan Hukum: Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Perkumpulan L.I.M.B.A.H menilai bahwa praktik seperti ini mencerminkan distorsi prinsip keadilan dalam penegakan hukum tata ruang. Ketua L.I.M.B.A.H Andrew Sihite menyindir:

“Jika Helen’s Play Mart boleh berdiri di sempadan sungai, maka jangan salahkan rakyat kecil jika suatu hari nanti mereka juga membangun warung, rumah, atau vila di tepi Sungai Batanghari. Karena kalau hukum tidak berlaku untuk kapital, jangan menindas rakyat dengan alasan penertiban ruang.”

Kondisi ini memperlihatkan bahwa adagium “hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas” bukan sekadar pepatah, melainkan realitas yang terjadi di depan mata publik Jambi.

3. Akan Dilaporkan ke Tingkat Nasional

Atas dasar prinsip ketaatan hukum, perlindungan lingkungan hidup, dan keadilan tata ruang, L.I.M.B.A.H menyatakan bahwa:

  • Dalam waktu dekat, laporan resmi akan diteruskan ke Kantor Pusat L.I.M.B.A.H di Jakarta, untuk memperoleh atensi khusus dari lembaga nasional.
  • Laporan ini akan dibawa ke ranah KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Kementerian ATR/BPN, serta Ombudsman RI, sebagai bagian dari tanggung jawab advokasi lingkungan.

Kota Jambi membutuhkan keberanian politik, bukan kompromi hukum demi kepentingan bisnis sesaat.

4. Seruan kepada Pemerintah dan Masyarakat

Perkumpulan L.I.M.B.A.H mendesak:

  1. Pemerintah Provinsi Jambi dan Satpol PP segera mencabut izin dan menghentikan operasional Helen’s Play Mart di kawasan sempadan sungai.
  2. DLH Provinsi Jambi dan Dinas PU segera melakukan verifikasi pelanggaran tata ruang dan izin lingkungan serta merekomendasikan tindakan pembongkaran jika diperlukan.
  3. Masyarakat dan media untuk bersama-sama mengawasi, menyuarakan, dan menolak konversi kawasan lindung menjadi zona hiburan malam.

Kami mengingatkan seluruh pemangku kebijakan:
Sungai Batanghari bukan milik pengusaha, bukan ruang abu-abu untuk disulap menjadi tempat pesta malam. Sungai Batanghari adalah warisan ekologis Provinsi Jambi, yang fungsinya jauh lebih penting dari sekadar keuntungan ekonomi sesaat.

“Lindungi sempadan sungai, atau Kota Jambi akan kehilangan lebih dari sekadar garis batas air—kita akan kehilangan etika ruang dan martabat hukum.” – Kang Maman, Wakil Ketua L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi.

Disclaimer:

Rilis ini disusun dan diterbitkan oleh Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi sebagai bentuk advokasi publik atas isu pelanggaran tata ruang dan lingkungan hidup di kawasan sempadan Sungai Batanghari. Seluruh informasi yang disampaikan berdasarkan hasil kajian internal, penelusuran peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta pengamatan di lapangan. Apabila terdapat tanggapan atau klarifikasi dari pihak terkait, kami terbuka untuk hak jawab sebagaimana dijamin dalam prinsip transparansi dan keberimbangan informasi.

Kontak Resmi
Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi
Ketua: Andrew Sihite
Wakil Ketua: Kang Maman (0816.3278.9500
Sekretaris: Ruswandi Idrus 0821.7124.2918

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *