JBC Dibangun Tanpa AMDAL, Warga Jambi Siap-Siap Hadapi Bencana Banjir & Macet Parah?
Oleh: Andrew Sihite – Kang Maman, Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi
Di tengah hiruk pikuk Kota Jambi pada Senin, 16 Juni 2025 ini, deru mesin-mesin konstruksi di lokasi proyek Jambi Business Center (JBC) terdengar seperti sebuah ironi yang menyakitkan. Di satu sisi, ia menjanjikan kemegahan dan modernitas. Di sisi lain, deru itu adalah suara bising dari pembangkangan hukum yang terang-terangan, sebuah pertunjukan arogansi yang menginjak-injak aturan paling fundamental dalam pembangunan: izin lingkungan.
Sebagai lembaga yang mengawal isu lingkungan di tanah Jambi, Perkumpulan L.I.M.B.A.H (Lembaga Inisiasi Membangun Bumi Agar Hijau) memandang apa yang terjadi di proyek JBC bukan lagi sekadar kelalaian administrasi. Ini adalah darurat penegakan hukum. Pembangunan fisik yang terus berjalan sementara proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai landasan utamanya belum selesai adalah sebuah tindakan yang SALAH secara hukum, etika, dan logika pembangunan berkelanjutan.
AMDAL Bukan Sekadar Kertas, Tapi Benteng Pertahanan Publik
Mari kita luruskan pemahaman publik. AMDAL bukanlah selembar kertas birokrasi yang menghambat investasi. AMDAL adalah kontrak sosial. Ia adalah instrumen ilmiah dan hukum yang berfungsi sebagai benteng pertahanan bagi kita semua, warga Jambi.
Di dalam dokumen AMDAL itulah seharusnya terkaji secara cermat: Bagaimana JBC akan mengelola ribuan meter kubik limbah cairnya agar tidak mencemari sungai kita? Bagaimana mereka akan mengatasi bangkitan lalu lintas agar tidak menciptakan neraka kemacetan baru di jalanan kita? Bagaimana dampak getaran dan kebisingan konstruksinya terhadap warga sekitar? Dan bagaimana mereka akan menjamin sistem drainase proyek raksasa itu tidak akan memperparah banjir di lingkungan sekitarnya?
Dengan membangun terlebih dahulu sebelum studi ini tuntas dan disetujui, pengembang JBC secara sadar telah berjudi dengan masa depan kenyamanan dan kesehatan lingkungan kota kita. Mereka meminta kita, publik, untuk menanggung semua risiko, sementara mereka memetik keuntungan. Ini tidak adil dan tidak dapat diterima.
Pelanggaran yang Disengaja adalah Kejahatan, Bukan Kenakalan
Hukum kita sudah sangat jelas. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pada Pasal 109 mengancam siapa pun yang membangun tanpa izin lingkungan dengan pidana penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar.
Membangun tanpa AMDAL yang tuntas adalah sama dengan membangun tanpa izin lingkungan. Ini bukan “kenakalan” investor, ini adalah dugaan tindak pidana korporasi. Membiarkan pelanggaran ini adalah sebuah preseden buruk yang sangat berbahaya. Jika sebuah proyek sebesar JBC bisa melenggang bebas melanggar aturan paling dasar, pesan apa yang kita kirimkan kepada investor-investor lain? Bahwa hukum di Jambi bisa dibeli dan dinegosiasikan? Bahwa wibawa pemerintah kita tidak lebih dari macan kertas?
Di Mana Wibawa Pemerintah?
Setiap hari alat-alat berat itu beroperasi, setiap hari pula wibawa Pemerintah Provinsi dan Kota Jambi terkikis. Dinas Lingkungan Hidup, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan segenap instansi terkait seolah tak berdaya. Mengapa ada keheningan? Mengapa tidak ada tindakan tegas berupa penyegelan dan penghentian paksa?
Membiarkan pelanggaran ini tanpa tindakan ibarat membiarkan sel kanker tumbuh. Awalnya mungkin kecil, namun jika didiamkan akan menyebar dan merusak seluruh organ tubuh. Kerusakan lingkungan dan sosial yang ditimbulkan di kemudian hari akan jauh lebih mahal untuk diobati daripada biaya untuk menegakkan aturan saat ini.
Tiga Tuntutan Mendesak dari L.I.M.B.A.H.
Waktu untuk beretorika sudah habis. Atas nama masa depan Jambi yang taat hukum dan berkelanjutan, Perkumpulan L.I.M.B.A.H. Provinsi Jambi menuntut tindakan nyata dan tanpa kompromi:
- HENTIKAN PAKSA: Kami menuntut Dinas Lingkungan Hidup dan Satpol PP untuk segera menjalankan fungsinya. Segel lokasi proyek JBC dan hentikan paksa seluruh aktivitas konstruksi sampai seluruh kewajiban perizinan, yang diawali dengan AMDAL yang layak dan benar, dipenuhi.
- PROSES HUKUM: Kami mendesak Kepolisian Daerah Jambi untuk segera memulai penyelidikan atas dugaan tindak pidana lingkungan yang dilakukan oleh penanggung jawab proyek JBC berdasarkan Pasal 109 UU PPLH. Hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
- TRANSPARANSI PUBLIK: Kami menuntut pemerintah untuk membuka secara transparan seluruh proses perizinan JBC kepada publik. Masyarakat berhak tahu dan berhak mengawasi setiap jengkal pembangunan di kotanya.
Jangan sampai JBC berdiri megah di atas puing-puing supremasi hukum dan penderitaan lingkungan kita. Negara tidak boleh kalah.
DISCLAIMER:
Artikel ini merupakan opini dan pandangan resmi dari Perkumpulan L.I.M.B.A.H Provinsi Jambi, yang disampaikan sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam mengawal kebijakan publik. Pandangan dalam tulisan ini tidak serta-merta mencerminkan sikap editorial.
Ditulis di Jambi, 16 Juni 2025